Menyegarkan Hidup di Ekowisata Ciwaluh

Selasa, 18 Desember 2018 - 11:14 WIB
Menyegarkan Hidup di Ekowisata Ciwaluh
Menyegarkan Hidup di Ekowisata Ciwaluh
A A A
BOGOR - Pergi ke Puncak, Bogor, Jawa Barat, menikmati pemandangan alam perkebunan teh, mungkin sudah biasa bagi kaum urban asal Jabodetabek saat akhir pekan.

Namun, jika menjelajah lebih dalam tentang alam Bogor, masih banyak tempat yang indah bernuansa pedesaan yang masih asri seperti di ujung atau perbatasan Kabupaten Bogor dengan Kabupaten Sukabumi, yakni Kampung Ekowisata Ciwaluh, Desa Watesjaya, Caringin, Kabupaten Bogor.Sejak dua tahun lalu, pemuda setempat mulai sadar akan keindahan potensi alam di wilayahnya. Didampingi salah satu lembaga swadaya masyarakat, mereka perlahan sukses mengelola kampungnya sebagai daerah wisata berbasis lingkungan yang layaknya dikunjungi.

Irmawati, 28, salah satu pemudi asal Kampung Ciwaluh, Desa Wates Jaya, Caringin, Kabupaten Bogor, menuturkan rencana pengembangan desa wisata ini dilakukan berbulan-bulan hingga akhirnya siap dan pantas didatangi wisatawan yang membutuhkan suasana pedesaan nan hening itu.

“Selain persawahan, perkebunan kopi, dan peternakan kambing yang bisa dilihat pengunjung, juga ada tiga potensi objek wisata curug (air terjun), yaitu Ciawi Tali, Cisadane, dan Cikaweni,” katanya, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, selama ini tiga curug yang berada di batas Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) hanya dikunjungi warga setempat. “Warga luar, jarang, bahkan belum pernah ada yang mau ke sini. Nah sejak dibuat Kampung Ekowisata sudah banyak masyarakat perkotaan datang, meski lokasinya cukup jauh,” ujarnya.

Sejak menjadi Kampung Ekowisata, warga sekitar yang mengelola Curug Ciawi Tali mulai memberlakukan tiket bagi para pengunjung. Ciawi Tali merupakan curug yang relatif dekat, mudah diakses, aman, dan nyaman bagi masyarakat urban. Lain halnya dengan dua curug lainnya yang sulit diakses karena medan dan alamnya masih liar.

“Tiketnya Rp5.000 per orang untuk masuk kawasan Curug Ciawitali dan Rp2.000 untuk tiket parkir per motor. Nah , pendapatan yang dihasilkan dari tiket tersebut digunakan untuk perawatan area wisata dan penambahan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan,” ungkapnya.

Jaja, 59, masyarakat Kampung Ekowisata Ciwaluh, berharap dengan ditatanya Curug Ciawitali dapat memberikan dampak positif bagi mereka, termasuk peningkatan ekonomi warga.

”Kita sangat mendukung pengembangan ekowisata di Kampung Ciwaluh ini. Karena, banyak masyarakat yang dilibatkan dan manfaatnya banyak dirasakan, mulai dari penyediaan lahan parkir di halaman rumah sampai produk makanan khas kampung sini,” tuturnya.

Bahkan, menurutnya, sudah sering warga Jakarta yang sengaja kemping di kawasan Kampung Ekowisata Ciwaluh, meski tak seramai camping ground di daerah lain. “Iya, banyak anak muda dari wilayah pedesaan dan perkotaan untuk bersama-sama belajar mengenai pengelolaan sumber daya alam di sini. Saya kira cukup baik untuk pendidikan juga daerah sini,” katanya.

Masyarakat yang sudah puluhan tahun hidup dari pertanian, saat ini baru sadar melihat potensi ekowisata ini sebagai sesuatu yang baru dan dapat membantu mereka meningkatkan perekonomian kampung.

Selain itu, pengelolaan ekowisata yang baik juga dinilai dapat mendukung kegiatan pertanian masyarakat, baik di sawah maupun kebun. Beberapa petani di sana pun saat ini mulai mengembangkan aktivitas pertanian, seperti menghasilkan produk kopi dan herbal.

Hamparan sawah, bukit-bukit hijau, dan air sungai yang jernih merupakan tanda masih terawat keasrian alam Ciwaluh. Berdasarkan data demografi wilayah Desa Wates Jaya (2014), mayoritas mata pencaharian penduduk Desa Wates Jaya adalah petani (74.21%) dan buruh industri (11.89%).

Kampung yang diapit oleh empat gunung (Gede, Pangrango, Halaman dan Salak) ini memiliki objek wisata alam yang menarik dan masih jarang dikunjungi. Ismat, anggota Kelompok Pemuda Tali Bambu, pengelola Kampung Ekowisata Ciwaluh, mengatakan hingga saat ini batas wilayah Taman Nasional dan perkampungan masyarakat belum jelas sehingga menimbulkan potensi konflik antara pihak Taman Nasional dan masyarakat Ciwaluh.

“Lahan di Ciwaluh adalah pemberian dari tentara yang dibantu oleh masyarakat ketika bersembunyi di dalam hutan. Namun, pemberian lahan tersebut hanya secara lisan sehingga tidak ada bukti konkret yang dapat menguatkan bahwa lahan tersebut milik masyarakat,” jelasnya.

Selain itu, Ciwaluh juga berbatasan dengan kawasan Lido Resort yang akan membuat Disney Land. Proyek ini diprakarsai oleh Media Nusantara Citra Grup yang bekerja sama dengan beberapa pihak di antaranya Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump.

Rencana proyek seluas 2.000 hektare (terbesar di Asia) ini hingga saat ini belum terlihat progresnya, meski akses jalan tol sudah mulai dibuka. “Dulunya tanah Lido itu punya keluarga Pak Harto, lalu dibeli oleh Bakrie, yang sekarang milik MNC. Kabar mau bangun Disney Land itu baru sekarangsekarang saja,“ ujarnya.

Sekarang ini mereka memperluas wilayah proyek tersebut dengan membeli lahan masyarakat. Banyak petani Ciwaluh yang menjual sawah dan ladang ke pihak MNC karena faktor desakan ekonomi.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Kabupaten Bogor Rahmat Sujana mengatakan, sebetulnya peluang usaha di bidang pariwisata di Kabupaten Bogor sangat besar. Menurutnya, jika mengacu pada Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah 2015, pengembangan pariwisata di Kabupaten Bogor terbagi lima destinasi.

“Kelima destinasi itu, yakni destinasi wisata perkotaan, ekowisata, wisata warisan budaya dan pendidikan, wisata kreatif dan MICE, dan rekreasi,” paparnya. (Haryudi)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0823 seconds (0.1#10.140)